top of page
Writer's pictureFikri

'Ramalan' Eks Gubernur OPEC Soal Efek Iran Vs Israel ke Harga Minyak


Mantan Gubernur Indonesia untuk OPEC, Widhyawan Prawiraatmadja menilai konflik antara Israel dan Iran berpotensi melambungkan harga minyak mentah dunia. Terlebih apabila kondisi tersebut berlangsung cukup lama.


Menurut dia, kenaikan harga minyak mentah global sangat bergantung pada situasi di Timur Tengah saat ini. Setidaknya, apabila ketegangan mulai berangsur turun, maka dampak ke harga minyak tidak begitu besar.


"Kalau tidak berlanjut ya dampak terhadap harga minyak mungkin tidak berlangsung lama. Tapi kalau memburuk ya anything can happen, termasuk krisis berkepanjangan yang akan mempengaruhi supply and demand plus risiko geopolitik menjadi harga tinggi untuk waktu yang lebih lama," katanya kepada CNBC Indonesia, Rabu (17/4/2024).


Di sisi lain, Widhyawan optimistis Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan tetap menjaga supply and demand supaya membuat harga tidak terlalu tinggi. Sebab, dengan harga yang terlalu tinggi, hal itu akan berdampak pada permintaan global.


Selain itu, OPEC+, khususnya Arab Saudi dan Rusia juga berkepentingan untuk menjaga harga minyak di level US$ 80-90 per barel. Mereka tidak mengharapkan harga minyak tembus di level US$ 100 per barel.


"Sebagai negara nett oil importer, harga minyak yang tinggi tidak bagus untuk fiskal, karena menggerus neraca perdagangan dengan segala akibatnya, misal current account deficit yang semakin lebar. Juga beban subsidi akan meningkat," tambahnya.


Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memprediksi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Oil Price (ICP) dapat mencapai US$ 100 per barel. Hal tersebut menyusul adanya eskalasi konflik di Timur Tengah antara Iran dan Israel.


Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan konflik Iran dan Israel berpotensi membuat harga minyak melonjak. Setidaknya kenaikan harga akan berada di level US$ 5-10 per barel.


"Jadi kalau sekarang kan US$ 90'an. Jadi kalau menurut kami memang untuk naik mendekati US$ 100 per barel kayaknya bisa terjadi," kata Tutuka ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (16/4/2024).


Menurut dia, saat ini Kementerian ESDM masih terus memantau respons Israel terhadap serangan yang telah dilakukan Iran. Meskipun Amerika Serikat telah mengimbau agar Israel tidak melakukan serangan balik ke Iran.


"Kita tidak boleh lengah karena dalam kondisi seperti ini sedikit saja salah bisa jadi besar, itu yang tidak bisa kita semua negara-negara manapun juga bisa mengondisikan semua berjalan lancar karena ada mistake dan accident saja bisa timbul. Jadi kita mesti siap-siap kemungkinan terburuk," tambahnya.


Tutuka membeberkan, Indonesia saat ini sebagian besar masih bergantung pada impor minyak mentah dan impor BBM. Adapun apabila konflik terus berlanjut, tentunya akan berdampak pada kenaikan harga komoditas tersebut.


"Kan kita impor crude dan impor BBM otomatis kalau impor crude pasti naik kan, BBM harganya naik juga. Kita impor BBM sebagian besar dari Singapura dan Malaysia, itu yang disimulasikan Pertamina," kata Tutuka.


_______________

What do you think ?

0 views0 comments

Comments


bottom of page